(Gol A Gong -empat dari kanan- bersama angota Kelas Menulis angkatan 22)
Atmosfer
keilmuan, kerja keras, perjuangan, jurnalistik, sastra, idealisme, peradaban
dan sedikit “kegilaan”. Begitu kira-kira yang bisa aku lukiskan tentang Rumah Dunia.
Sekian lama tenggelam dalam romantisme sejarah tentang kejayaan Kesultanan Banten dimasa lalu. Masyarakat
Provinsi paling barat di Pulau jawa ini kemudiaan seakan lupa untuk membangun
kejayaannya kembali. Sudah kadung tergambarkan dan lekat dalam ingatan tentang
ketertinggalan manusianya. Tidak adil memang kalau kata-kata itu dilekatkan
pada semua penduduknya. Karena masih ada sebagian dari putra Banten yang
tergerak dan bergerak untuk memajukan setidaknya asal daerahnya ini.
Rumah
dunia, ya Rumah Dunia. Tempat ini kemudian menjadi penggambaran bahwa para
pejuang itu masih ada. Bahwa Agent of
Change itu masih dilahirkan dan putra-putri terbaik bangsa ini belum punah
ditelan zaman. Disinilah harapan untuk membuat Banten lebih baik bermuara.
Bahkan tidak hanya Banten, ada arah yang terlihat oleh saya bahwa cahaya
perubahan (kearah lebih baik) ini akan terpencar serta menjadi mercusuar
peradaban keseluruh pelosok Indonesia, bahkan dunia.
Bukan,
ini bukan khayalan. Apa yang kita bicarakan ini bukan mimpi seorang
pemalas. Karena mimpi para pejuang tidak
dilakukan pada saat mata mereka tertutup. Mimpi Rumah Dunia dilakukan pada saat
mata ini terbuka. Sehingga terlihat jelas bagaimana perjuangan dalam menggapai
mimpi-mimpi itu dilakukan.