Semua
mata terpaku, terkait dalam jaring yang tak bisa dilepaskan. Sedang sebagian
lain, yang sedari tadi masih melihat kiri-kanan, mencoba mencari si sumber
suara. Jelas akupun penasaran dengan kegaduhan ini. Apa sebenarnya yang sedang
terjadi? Dan darimana suara ini berasal. Tak
perlu waktu lama bagi kami untuk menyadari ini semua. Tersangkanya ternyata seorang
laki-laki paruh baya, berbadan gempal dan berwajah ceria. Bak sutradara kondang
laki-laki ini memakai “topi copet” diatas kepalanya. Warnanya merah menyala. Didepannya
berjumel anak-anak seusia sekolah dasar. Mata mereka lekat, tak mau berpaling
barang sedetikpun. Sesekali wajah-wajah polos ini dihiasi senyum. Ekspresi lain
sejurus muncul. Ada tawa lepas, gregetan, jeritan dan penasaran. Semuanya bagai
melodi yang menyimpulkan satu hal;
antusiasme.
Kulihat
di belakangku Yehan, cerpenis muda yang karya-karyanya membuatku merinding.
Tentu bukan karena takut, tapi kemampuannya dalam mengolah konflik dan
mendeskrifsikan perasaan dari tokoh dalam ceritanyalah yang membuatku kagum.
Beberapa langkah di depan Intan, sahabatku dari Bandung dan satu orangnya duduk
lesehan. Ia nampak menikmati betul apa yang ia lihat dan dengarkan.
“Sampai
suatu hari, si pemuda tertidur dengan pulas”, laki-laki paruh baya itu
melanjutkan ceritanya. Anak-anak semakin banyak yang mendekati. Caranya
bercerita memang sungguh menarik. Ekspresinya bisa sangat kentara. Nyata betul
bahwa ia sangat menghayatinya. Beberapa kali dia menampilkan tampilan wajah
yang berbeda, disesuaikan dengan kedaan dan tokoh yang ia perankan.
Penasaran,
aku bertanya-tanya siapa laki-laki ini. Selidik punya selidik ternyata
laki-laki tadi bernama Bambang Purwanto.
Namun dirinya lebih suka disebut “Ayah Salwa”, sesuai dengan nama anak
bungsunya, Salwa. Beliau adalah salah satu perserta yang mengikuti kegiatan
Jambore Taman Bacaan Masyarakat (TBM) 2014. Dalam buku tamu, tertulis namanya
sebagai pendiri TBM AS Lebakwangi, Kabupaten Bandung. “Tulisan –AS- pada –AS Lebakwangi-
itu artinya Ayah Salwa”, belum sempat aku bertanya tentang makna penamaan
ganjil itu, beliau sudah mendahului jawabnnya. Hah, benar-benar ayah yang
penyayang. Namun, saya sendiri kurang suka menamakan lembaga dengan nama
seseorang pendirinya. Saya khawatir lembaga itu nantinya terlalu identik dan
memiliki ketergantungan besar terhadap yang bersangkutan. Tapi, biarlah. Ini
hanya sekededar pendapat. Saya menyadari, secara alami, lembaga dan pendiri
serta orang yang mengisinya adalah sebuah ekosistem yang tidak mungkin bisa
dipisahkan. Lembaga harus kuat dan mapan secara managemen agar ia tidak
tergantung dengan salah satu orang. Sedangkan disisi lain seorang tokoh lembaga
juga harus memiliki kualitas yang mumpuni. Karena tokoh/ manusia akan
dipersepsikan sebagai produk dari lembaga itu. Jika tokoh/ manusianya bagus
maka lembaganya akan dianggap memang menghasilkan orang-orang berkualitas.
Selain
Ayah Salwa ada kurang lebih 100-an lebih peserta lain yang berkumpul dari
seluruh Indonesia. Kegiatan Jambore TBM ini sendiri dilaksanakan pada tanggal 20
sampai dengan 23 Februari 2014 di TBM Rumah Dunia (RD) Serang. Pendiri RD
adalah Gol A Gong, sosok yang sampai dengan tahun ini menjabat sebagai Presiden
Forum TBM Indonesia. Sejujurnya saya sendiri tidak bisa mengikuti kegiatan ini
secara penuh, tanggung jawab sebagai pendidik membuat saya hanya bisa mengikuti
dua dari total empat hari kegiatan. Maka sejak awal kedatangan, saya sudah ber-azzam untuk menyerap sebanyak mungkin
ilmu dan pengalaman baik dari pengisi acara maupun perserta lain yang hadir.
Suatu penyesalan besar jika tidak memanfaatkan kesempata langka ini.
TBM
AS Lebakwangi sendiri termasuk dalam TBM yang aktif dan berprestasi. Dari buletin
Lebakawangi
Membaca saya mendapatkan informasi bahwa TBM ini mendapatkan juara ke-2
TBM terbaik se-Jawa Barat tahun 2013. Selain itu, ada sederet kegiatan edukatif
lain selain tempat membaca yang dikembangkan. Salah satunya adalah belajar
membaca, menulis dan menghitung (CALISTUNG) untuk tingkatan Pra SD. Grafik
kedatangan pengunjunnyapun terus naik. Jika pada tahun 2012 ada kurang lebih
7000 pengunjung dan tahun 2013 bertambah sebanyak 2000 orang lagi. Maka sampai
dengan Januari 2014 ini saja sudah menyentuh angka 1400 orang.
Aku
bersyukur dan menyadari bahwa pertemuan dengan pendiri, pengelola dan relawan
TBM se-Indonesia, terutama ayah Salwa membuatku
semakin bersemangat mengembangkan TBM Rumah
Cerdas di kampung halaman, Tangerang. TBM yang masih sederhana dan kecil
sebenarnya. Tapi bukankah yang besarpun berawal dari yang kecil terlebih
dahulu?
Bismillah,
aku optimis, dengan Ridha Allah niat suci ini akan terwujud.