Senin, 17 Maret 2014

Ayah Salwa

Semua mata terpaku, terkait dalam jaring yang tak bisa dilepaskan. Sedang sebagian lain, yang sedari tadi masih melihat kiri-kanan, mencoba mencari si sumber suara. Jelas akupun penasaran dengan kegaduhan ini. Apa sebenarnya yang sedang terjadi? Dan darimana suara ini berasal. Tak perlu waktu lama bagi kami untuk menyadari ini semua. Tersangkanya ternyata seorang laki-laki paruh baya, berbadan gempal dan berwajah ceria. Bak sutradara kondang laki-laki ini memakai “topi copet” diatas kepalanya. Warnanya merah menyala. Didepannya berjumel anak-anak seusia sekolah dasar. Mata mereka lekat, tak mau berpaling barang sedetikpun. Sesekali wajah-wajah polos ini dihiasi senyum. Ekspresi lain sejurus muncul. Ada tawa lepas, gregetan, jeritan dan penasaran. Semuanya bagai melodi yang  menyimpulkan satu hal; antusiasme.

Kulihat di belakangku Yehan, cerpenis muda yang karya-karyanya membuatku merinding. Tentu bukan karena takut, tapi kemampuannya dalam mengolah konflik dan mendeskrifsikan perasaan dari tokoh dalam ceritanyalah yang membuatku kagum. Beberapa langkah di depan Intan, sahabatku dari Bandung dan satu orangnya duduk lesehan. Ia nampak menikmati betul apa yang ia lihat dan dengarkan.

“Sampai suatu hari, si pemuda tertidur dengan pulas”, laki-laki paruh baya itu melanjutkan ceritanya. Anak-anak semakin banyak yang mendekati. Caranya bercerita memang sungguh menarik. Ekspresinya bisa sangat kentara. Nyata betul bahwa ia sangat menghayatinya. Beberapa kali dia menampilkan tampilan wajah yang berbeda, disesuaikan dengan kedaan dan tokoh yang ia perankan.

Penasaran, aku bertanya-tanya siapa laki-laki ini. Selidik punya selidik ternyata laki-laki tadi  bernama Bambang Purwanto. Namun dirinya lebih suka disebut “Ayah Salwa”, sesuai dengan nama anak bungsunya, Salwa. Beliau adalah salah satu perserta yang mengikuti kegiatan Jambore Taman Bacaan Masyarakat (TBM) 2014. Dalam buku tamu, tertulis namanya sebagai pendiri TBM AS Lebakwangi, Kabupaten Bandung. “Tulisan –AS- pada –AS Lebakwangi- itu artinya Ayah Salwa”, belum sempat aku bertanya tentang makna penamaan ganjil itu, beliau sudah mendahului jawabnnya. Hah, benar-benar ayah yang penyayang. Namun, saya sendiri kurang suka menamakan lembaga dengan nama seseorang pendirinya. Saya khawatir lembaga itu nantinya terlalu identik dan memiliki ketergantungan besar terhadap yang bersangkutan. Tapi, biarlah. Ini hanya sekededar pendapat. Saya menyadari, secara alami, lembaga dan pendiri serta orang yang mengisinya adalah sebuah ekosistem yang tidak mungkin bisa dipisahkan. Lembaga harus kuat dan mapan secara managemen agar ia tidak tergantung dengan salah satu orang. Sedangkan disisi lain seorang tokoh lembaga juga harus memiliki kualitas yang mumpuni. Karena tokoh/ manusia akan dipersepsikan sebagai produk dari lembaga itu. Jika tokoh/ manusianya bagus maka lembaganya akan dianggap memang menghasilkan orang-orang berkualitas.

Selain Ayah Salwa ada kurang lebih 100-an lebih peserta lain yang berkumpul dari seluruh Indonesia. Kegiatan Jambore TBM ini sendiri dilaksanakan pada tanggal 20 sampai dengan 23 Februari 2014 di TBM Rumah Dunia (RD) Serang. Pendiri RD adalah Gol A Gong, sosok yang sampai dengan tahun ini menjabat sebagai Presiden Forum TBM Indonesia. Sejujurnya saya sendiri tidak bisa mengikuti kegiatan ini secara penuh, tanggung jawab sebagai pendidik membuat saya hanya bisa mengikuti dua dari total empat hari kegiatan. Maka sejak awal kedatangan, saya sudah ber-azzam untuk menyerap sebanyak mungkin ilmu dan pengalaman baik dari pengisi acara maupun perserta lain yang hadir. Suatu penyesalan besar jika tidak memanfaatkan kesempata langka ini.  

TBM AS Lebakwangi sendiri termasuk dalam TBM yang aktif dan berprestasi. Dari buletin Lebakawangi Membaca saya mendapatkan informasi bahwa TBM ini mendapatkan juara ke-2 TBM terbaik se-Jawa Barat tahun 2013. Selain itu, ada sederet kegiatan edukatif lain selain tempat membaca yang dikembangkan. Salah satunya adalah belajar membaca, menulis dan menghitung (CALISTUNG) untuk tingkatan Pra SD. Grafik kedatangan pengunjunnyapun terus naik. Jika pada tahun 2012 ada kurang lebih 7000 pengunjung dan tahun 2013 bertambah sebanyak 2000 orang lagi. Maka sampai dengan Januari 2014 ini saja sudah menyentuh angka 1400 orang.

Aku bersyukur dan menyadari bahwa pertemuan dengan pendiri, pengelola dan relawan TBM se-Indonesia, terutama ayah Salwa membuatku semakin bersemangat mengembangkan TBM  Rumah Cerdas di kampung halaman, Tangerang. TBM yang masih sederhana dan kecil sebenarnya. Tapi bukankah yang besarpun berawal dari yang kecil terlebih dahulu?
Bismillah, aku optimis, dengan Ridha Allah niat suci ini akan terwujud.


2 komentar:

  1. Maju terus Rumah Cerdasnya, abang! Ayah Salwa emang bikin merinding, kapan2 kita mampir ke tempatnya yuk!

    BalasHapus
  2. Hayu.....ane udah niatin berknjung ke beberapa TBM di Bandung dan sekitarnya

    BalasHapus