KORELASI PENDIDIKAN DAN KELURGA DALAM BINGKAI
KEISLAMAN
Oleh: rosyad_elbantani
(Koordinator Komunitas Peduli
Pendidikan Tangerang)
Permasalahan
pendidikan di negeri ini bukan merupakan hal baru. Tiap hari kita disugihi
dengan berbagai macam tayangan televisi, berita online, koran ataupun pembicaraan orang-orang yang mengangkat
tentang problematika dunia pendidikan di Indonesia. Beberapa waktu lalu
misalnya, kita dimarakan dengan adanya peristiwa pembajakan sebuah bus oleh
sekelompok siswa SMA di Jakarta.
Ironisnya bus tersebut akan dipergunakan untuk menyerang sekolah lain.
Penulis
tidak dalam posisi menentukan apakah perilaku anak-anak abg ini terklasifikasikan sebagai tindakan kriminal atau hanya
kenakalan remaja. Yang pasti, diluar kasus penyerangan bus, ada begitu banyak
sekali pemasalahan yang melibatkan anak-anak sekolah atau anak-anak usia
sekolah. Penggunaan narkoba, pergaulan bebas, tawuran dan mengkonsumsi minuman
keras adalah sederet kasus lain yang mengisi list berita-berita dimedia masa, baik cetak maupun elektronik.
|
Sekolah yang tidak hanya mengajarkan ilmu, tapi juga akhlaq |
Penyebab
Dalam
konteks sosial, termasuk didalamnya permasalahan sosial. Hampir bisa dipastikan
bahwa tidak ada penyebab tunggal yang membuat seorang siswa/anak melakukan
tindakan negatif. Keluarga, sekolah atau lingkungan bisa saja berperan besar
memberikan akses negatif terhadap perkembangan kepribadian seseorang. Namun, dari
sekian banyak kasus yang melibatkan anak sekolah atau usia sekolah diperoleh sebuah
benang merah bahwa secara general anak-anak ini biasanya dibesarkan dari
keluarga yang sibuk atau kurang memiliki kepekaan terhadap anak-anaknya.
Para
orang tua seakan membagi tugas mendidik layaknya dua garis yang berlawanan
arah. Orang tua mencari nafkah untuk keperluan kehidupan keluarga dan pihak sekolahlah yang akan mendidik anak-anak
mereka. Persepsi demikian lahir disebabkan karena adanya kesalahan sudut
pandang yang menganggap pendidikan hanya dilakukan oleh lembaga pendidikan,
dalam hal ini sekolah yang sudah mereka bayar sebagai tempat anak-anaknya
belajar sehari-hari. Padahal proses pendidikan tidak bisa diserahkan begitu
saja pada satu pihak. Baik keluarga, lingkungan dan sekolah memiliki saham
untuk membentuk seorang anak mendapatkan pemahaman pendidikan yang baik dan
benar, termasuk didalamnya dari segi etika.
Peran keluarga dalam
pendidikan
Dalam
peribahasa Arab dikenal sebuah istilah Al
baytu madrasatul ‘ula, yang berarti keluarga
merupakan tempat pertama seseorang untuk belajar. Dalam sudut pandang Sosiologi,
keluarga merupakan salah satu lembaga sosial yang utama. Keluarga juga menjadi dasar
melalui mana semua lembaga sosial lainnya berkembang. Seperti lembaga
pendidikan, ekonomi, politik dll. Sederhananya, keluarga merupakan kebutuhan
manusia yang universal dan menjadi fokus terpenting dalam kehidupan individu.
Jika
ruang lingkupnya kita perluas maka keluarga merupakan jiwa dan tulang punggung
suatu negara. Quraish Shihab (1992) misalnya mengatakan bahwa kesejahteraan lahir-batin yang dialami negara
adalah cerminan dari situasi keluarga yang hidup ditengah-tengah masyarakat
negara itu sendiri. Sedangkan Sukayat (2001) menambahkan bahwa negara yang
ingin mendapatkan predikat baldah
toyyibah haruslah dibangun oleh masyarakat yang marhamah. Pondasi utama dari masyarakat yang marhamah adalah keluarga yang sakinah.
Sedangkan pilar yang harus ditegakan untuk mewujudkan keluarga yang sakinah adalah aqidah, mawaddah dan rahmah.
Kebahagian
berkeluarga, itulah kunci dalam memperbaiki karut-marutnya permasalahan pendidikan
di Indonesia. Menurut Fritz Damanik (2013) mengutip pernyataan Nicholas Stinet
(1992) mengatakan bahwa keluarga bahagia cenderung memiliki hal-hal khas.
Poin-poin itu adalah menghabiskan banyak waktu bersama, mampu memuji dengan
cepat, bertekad meningkatkan kesejahteraan satu sama lain, menghabiskan banyak
waktu berbincang-bincang dan saling mendengarkan, religius dan menghadapi
krisis ataupun masalah dengan cara yang positif.
|
Keluarga yang harmonis akan sangat mempengaruhi perkembangan anak |
Pada
akhirnya keluarga yang bisa menerapkan prinsip
aqidah, mawaddah dan rahmah merupakan
keluarga bahagia yang akan sangat membantu proses perkembangan anak. Selain itu
keluarga yang baik, dalam hal ini orang tua juga harus berusaha menjaga dan
memberikan pemahaman tentang sesuatu yang harus mereka patuhi dan jauhi. Allah
SWT berfirman dalam surat At Tahrim ayat 6 yang artinya:
“Hai orang-orang yang
beriman! Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka, yang bahan bakarnya
ialah mansia dan batu; Penjaganya Malaikat-malaikat yang kasar, keras dan tidak
mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu
mengerjakan apa yang diperintahkan”
Jelaslah
semuanya bahwa Islam mengajarkan dan memberikan pemahaman pada kita semua bahwa
keluarga yang mengenalkan, mengajarkan dan membiasakan anak tentang bagaimana
harus bicara, bagaimana harus bersikap dan bagaimana harus bertindak seperti yang
seharusnya dilakukan seorang manusia beradab.